Bagi Pengelola PAUD beserta Pendidik PAUD patut bersyukur atas upaya
keras yang dilakukan Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas memperjuangkan
meningkatkan kesejahteraan. Dalam Angka Partisipasi Kasar (APK)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) saat ini mencapai 72 persen. Meningkatnya
APK PAUD akan dibarengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan bagi Tenaga
Pendidik PAUD.
Menurut Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar
bahwa dari total 19 juta anak usia dini di Indonesia, baru sekitar 12 juta anak yang sudah
mendapatkan layanan PAUD. Dan beliau optimis
APK PAUD akan cepat mencapai angka 100 persen dengan adanya Bantuan Operasional
Pendidikan (BOP) untuk PAUD dan Dana Desa melalui kerja sama dengan Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
“Kita mulai dengan BOP PAUD. Sekarang seluruh lembaga PAUD sudah
kita berikan BOP. Tahun ini ada 3,5 trilyun (rupiah), tahun lalu 2,3 trilyun,
dan tahun depan 4 trilyun. Dihitungnya setiap anak 600-ribuan. Komitmen
Kementerian Desa bahwa dana desa dapat dimanfaatkan bagi pembinaan PAUD harus
ditanggapi secara baik oleh lembaga PAUD di desa,” ujar Harris Iskandar dalam “Sosialisasi
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar”
di BP PAUD Dikmas Jawa Timur, Kamis (16/8).
Menurut Harris, harus diakui saat ini nasib Tenaga Pendidik Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) di daerah pedesaan yang berlatar belakang lulusan SMA
belum banyak dipikirkan oleh pemerintah. Sebab untuk menjadi seorang Pendidik
PAUD tidak mudah. Apalagi PAUD merupakan pendidikan fondasi bagi anak.
“Seperti yang disampaikan banyak guru hampir diseluruh negeri ini, para Pendidik
PAUD berseloroh gaji mereka itu Sajuta. Ini bukan jumlah gaji yang mereka
terima sebesar sajuta rupiah, tetapi singkatan. “SAJUTA” itu artinya “SA”bar, JUjur dan TAwakal. Ini
menjadi tantangan tidak saja pemerintah pusat tetapi seluruh pemangku
kepentingan pendidikan untuk lebih peduli untuk meningkatkan kesejahteraan bagi
guru PAUD,” ujarnya.
Sementara itu, pegiat PAUD dan konsultan PAUD Bank Dunia Dr Yulianti
Siantayani, M.Pd mengatakan tdak bisa kita pungkiri, persoalan paling mendasar
yang hadapi para guru adalah kesejahteraan. Dan yang paling memprihatinkan
adalah nasib Pendidik-pendidik PAUD. Saya banyak ditemui Pendidik PAUD di
daerah seperti Demak, Jepara, Pasuruan, Lumajang atau di pesisir pantura
yang hanya berpendidikan SMP atau SMA dengan gaji sekitar Rp 100.000/bulan.
“Padahal, negara itu mempunyai keinginan untuk mengentaskan pendidikan
dengan standarisasi, termasuk bagi Pendidik PAUD. Bagaimana mungkin mereka bisa
mengajar dengan baik, ketika mereka berada diruangan kelas, perhatian
serta konsentrasi mereka terpecah dan sedih karena mereka bingung hari ini
keluarganya di rumah akan makan apa,” katanya.
Dikatakan, Pendidik PAUD perlu memberikan apresiasi dan penghargaan
terhadap upaya baik yang telah dilakukan pemerintah pusat untuk memberikan
perhatian lebih kepada para Pendidik nya. Untuk PAUD saya mendapat
informasi akan ada bantuan operasional penyelenggaraan PAUD (BOP
PAUD) bagi 180.000 lembaga PAUD. Termasuk yang berada di daerah-daerah
perbatasan, serta pengembangan mutu bagi 12.459 lembaga PAUD. Dan peningkatan mutu
SDM untuk 11.398 guru PAUD, serta mendorong pemanfaatan dana desa untuk
pembinaan PAUD.
“Saya rasa pemerintah pusat telah cukup baik dalam upaya memberikan
perhatian kepada program PADU dan TK. Hanya saja pemerintah daerah berdasarkan
catatan saya masih sangat terbatas dan masih kurang memberikan dukungan untuk
program pendidikan anak usia dini,” katanya.
Padahal, untuk menjadikan anak Indonesia yang cerdas dan pintar
dibutuhkan pendidikan dasar atau fondasi kuat. Antara lain karakter, kemampuan
sosial, emosi, kognitif, dan bahasa. Pendidikan ini dapat diberikan pada usia
dini, yaitu empat tahun pertama usia emas hingga usia delapan tahun. Jika
melihat kondisi di lapangan, mana mungkin bila masih banyak pendidik PAUD yang
input-nya berasal dari latar belakang berbeda, baik potensi maupun
pendidikannya.
Menstandarisasi kompetensi yang dimiliki Pendidik PAUD dan TK, tidak
hanya dengan sertifikasi sebetulnya. Sebab solusi tersebut tidak menjamin
mereka menjadi pendidik hebat. Misalnya seperti pengumpulan portofolio yang
diharapkan bisa menghandel pembelajaran secara optimal, ternyata dalam
praktiknya tidak. Mestinya jika pemerintah ingin memberikan syarat
standardisasi harus jelas, karena pengalaman selama ini banyak ijazah yang
difiktifkan hanya untuk tujuan insentif.
Pendidikan di Indonesia memang sedang menuju ke arah sertifikasi, tapi
proses tersebut juga dibutuhkan pengawalan dari awal hingga akhir agar
pelaksanaannya tuntas. Karena itu, sertifikasi dengan pendidikan profesi guru
(PPG) dapat dijadikan sebagai formula yang ideal, yakni dua semester untuk enam
bulan teori dan enam bulan praktik. Selain itu, harus melibatkan pihak terkait,
seperti lembaga mitra yang berkompeten dan perguruan tinggi.
Di samping itu, pemerintah harus bekerja sama dengan perguruan tinggi,
baik negeri maupun swasta untuk memperluas akses S1 dan S2 PAUD. Dengan PPG
diharapkan dapat lebih maju daripada portofolio. Tentunya harus melibatkan
pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan, akademisi, dan Badan Akreditasi
Nasional (BAN) agar dapat bersinergi.
Sumber : http://anggunpaud.kemdikbud.go.id
Advertisement
Baca juga:
0 Comments
EmoticonEmoticon